Saturday, September 16, 2017

Bau jengkol sepanjang sejarah Nusantara

Tidak bisa dipungkiri, kepopuleran jengkol dengan baunya yang khas ternyata sudah berlangsung cukup lama. Bahkan sejak orang-orang Eropa pertama kali menginjakkan kakinya di Nusantara, jengkol sudah menjadi bahan makanan yang cukup umum di Jawa. 

Jengkol adalah tumbuhan asli daerah tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini banyak tumbuh di Indonesia, Malaysia (jering/jiring), Thailand (cha niang), Myanmar (danyin), dan Nepal (dhinyindi). Kegemaran masyarakat Nusantara menyantap jengkol sudah terjejaki lama. Dalam tulisannya, The History of Java (1817), Gubernur Thomas Stamford Raffes menyebutkan bahwa jengkol sudah menjadi bahan makanan di daerah Jawa, selain pete dan palanding/komlandingan (lamtoro). 

Bukan itu saja, ahli botani Belanda, Karel Heyne, juga menyebut mengenai jengkol dalam hasil karyanya yang terbit pada tahun 1913, yaitu De nuttige planten van Nederlandsch Indie yang berisikan mengenai aneka macam tumbuh-tumbuhan yang memiliki nilai komersil dan cukup penting di Hindia Belanda.

Dalam buku yang kemudian diterbitkan Departemen Kehutanan dengan judul Tumbuhan Berguna Indonesia (1988), dia menulis jengkol dengan tinggi hingga 26 meter tumbuh di bagian barat Nusantara, dibudidayakan penduduk di Jawa atau tumbuh liar di beberapa daerah. Jengkol bisa tumbuh baik di daerah dengan musim kemarau sedang sampai keras; tapi tak tahan musim kemarau panjang.


“Biji disenangi oleh penduduk tetapi tidak oleh orang Eropa; bijinya jarang dikemukakan tanpa keterangan tambahan ‘berbau busuk’ (Bel. stinkende),” tulis Heyne. “Biji yang sangat muda dan tua dimakan sebagai lauk, yang pada umumnya dimasak…
.”

Ahli botani Jerman Justus Karl Hasskarl, sebagaimana dikutip Heyne, mengemukakan bahwa menurut penilaian orang Eropa biji jengkol tak enak rasanya; tapi penduduk senang sekali biji ini. “Bau air kencing orang yang makan biji ini memiliki bau yang keras,” kata Hasskarl, “bau yang keras ini di tempat kencing selama beberapa hari tidak hilang.”

Seperti penulis lainnya, Hasskarl menyebut bahwa kesenangan makan jengkol bisa mengakibatkan bisul dan penyakit kajengkolan (susah dan sakit ketika buang air kecil).

Dokter dan ilmuwan Belanda AG Vorderman, memberikan keterangan tentang jengkol: “Bijinya disamping banyak karbohidrat (Zetmeel) mengandung juga minyak atsiri, kalau orang makan biji ini dapat menyebabkan keracunan, menyebabkan hyperaemie ginjal atau pendarahan ginjal dan pengurangan atau penghentian keluarnya air kencing serta kejang kandung kencing (Blaaskrampen).”

Menurut Vorderman, jengkol beweh memiliki sifat yang merugikan –di Bogor disebut jengkol sepi. “Jengkol beweh adalah biji yang telah tua setelah dibenam dalam tanah selama 14 hari sampai mulai berkecambah,” kata Vorderman, sebagaimana dikutip Heyne.

Menurut Heyne, keterangan itu kurang tepat karena tujuan membenam biji jengkol yang sudah tua justru untuk mengurangi sifat-sifat merugikan. Sifat merugikan dari jengkol juga dapat berkurang dengan cara dibuat keripik jengkol. Caranya: biji yang tua direbus, dipukul palu hingga tipis, kemudian dijemur di bawah terik matahari. Setelah itu tinggal digoreng dengan sedikit tambahan garam. “Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa perlakuan demikian akan mengurangi bahaya karena minyak atsirinya akan menguap sebagai akibat cara pengolahan ini,” tulis Heyne.

Dan tentu saja olahan dari jengkol yang paling populer adalah semur jengkol. Caranya biasanya sama seperti membuat keripik jengkol. Tapi setelah dipipihkan kemudian dimasak dengan bumbu semur yang telah disiapkan.

Hmm..yummi
Tidak bisa dipungkiri, kepopuleran jengkol dengan baunya yang khas ternyata sudah berlangsung cukup lama. Bahkan sejak orang-orang Eropa pertama kali menginjakkan kakinya di Nusantara, jengkol sudah menjadi bahan makanan yang cukup umum di Jawa. 

Jengkol adalah tumbuhan asli daerah tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini banyak tumbuh di Indonesia, Malaysia (jering/jiring), Thailand (cha niang), Myanmar (danyin), dan Nepal (dhinyindi). Kegemaran masyarakat Nusantara menyantap jengkol sudah terjejaki lama. Dalam tulisannya, The History of Java (1817), Gubernur Thomas Stamford Raffes menyebutkan bahwa jengkol sudah menjadi bahan makanan di daerah Jawa, selain pete dan palanding/komlandingan (lamtoro). 


Bukan itu saja, ahli botani Belanda, Karel Heyne, juga menyebut mengenai jengkol dalam hasil karyanya yang terbit pada tahun 1913, yaitu De nuttige planten van Nederlandsch Indie yang berisikan mengenai aneka macam tumbuh-tumbuhan yang memiliki nilai komersil dan cukup penting di Hindia Belanda.

Dalam buku yang kemudian diterbitkan Departemen Kehutanan dengan judul Tumbuhan Berguna Indonesia (1988), dia menulis jengkol dengan tinggi hingga 26 meter tumbuh di bagian barat Nusantara, dibudidayakan penduduk di Jawa atau tumbuh liar di beberapa daerah. Jengkol bisa tumbuh baik di daerah dengan musim kemarau sedang sampai keras; tapi tak tahan musim kemarau panjang.


“Biji disenangi oleh penduduk tetapi tidak oleh orang Eropa; bijinya jarang dikemukakan tanpa keterangan tambahan ‘berbau busuk’ (Bel. stinkende),” tulis Heyne. “Biji yang sangat muda dan tua dimakan sebagai lauk, yang … pada umumnya dimasak.”

Ahli botani Jerman Justus Karl Hasskarl, sebagaimana dikutip Heyne, mengemukakan bahwa menurut penilaian orang Eropa biji jengkol tak enak rasanya; tapi penduduk senang sekali biji ini. “Bau air kencing orang yang makan biji ini memiliki bau yang keras,” kata Hasskarl, “bau yang keras ini di tempat kencing selama beberapa hari tidak hilang.”

Seperti penulis lainnya, Hasskarl menyebut bahwa kesenangan makan jengkol bisa mengakibatkan bisul dan penyakit kajengkolan (susah dan sakit ketika buang air kecil).

Dokter dan ilmuwan Belanda AG Vorderman, memberikan keterangan tentang jengkol: “Bijinya disamping banyak karbohidrat (Zetmeel) mengandung juga minyak atsiri, kalau orang makan biji ini dapat menyebabkan keracunan, menyebabkan hyperaemie ginjal atau pendarahan ginjal dan pengurangan atau penghentian keluarnya air kencing serta kejang kandung kencing (Blaaskrampen).”

Menurut Vorderman, jengkol beweh memiliki sifat yang merugikan –di Bogor disebut jengkol sepi. “Jengkol beweh adalah biji yang telah tua setelah dibenam dalam tanah selama 14 hari sampai mulai berkecambah,” kata Vorderman, sebagaimana dikutip Heyne.

Menurut Heyne, keterangan itu kurang tepat karena tujuan membenam biji jengkol yang sudah tua justru untuk mengurangi sifat-sifat merugikan. Sifat merugikan dari jengkol juga dapat berkurang dengan cara dibuat keripik jengkol. Caranya: biji yang tua direbus, dipukul palu hingga tipis, kemudian dijemur di bawah terik matahari. Setelah itu tinggal digoreng dengan sedikit tambahan garam. “Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa perlakuan demikian akan mengurangi bahaya karena minyak atsirinya akan menguap sebagai akibat cara pengolahan ini,” tulis Heyne.

Dan tentu saja olahan dari jengkol yang paling populer adalah semur jengkol. Caranya biasanya sama seperti membuat keripik jengkol. Tapi setelah dipipihkan kemudian dimasak dengan bumbu semur yang telah disiapkan..

 siapa yg tak kenal semur jengkol

   jengkol muda jadi lalapan yang... heemmm

buah jengkol baru dipetik

Tuesday, September 12, 2017

SEMUR JENGKOL SUNDA



Resep ini bisa jadi alternatif menu masakan hari ini yaitu semur jengkol, yap betul..resep semur jengkol ini menu kesukaan keluarga saya terutama suami,meskipun jengkol itu bau tetapi jika kita tahu cara memasaknya bau dari jengkol itu akan berkurang,jengkol ternyata bermanfaat untuk yang mengalami anemia dan jengkol mengandung vitamin C

Supaya tidak panjang lebar simak resep cara membuat semur jengkol khas sunda yang enak berikut.
Bahan :

1 kg jengkol tua/ranum
1/2 sdt makan kopi (buat menghilangkan bau)
Kapur sirih secukupnya
Air untuk merebus

BUMBU :

10 bawang merah kecil (atau 4 yang besar)
6 bawang putih (atau 3 yang besar)
5 butir kemiri
1 sdt ketumbar
1/2 sdt biji lada
1/4 sdt jinten
HALUSKAN

Bumbu tambahan :

3 butir cengkeh
1/4 butir pala, parut
2 butir kapulaga bulat
Garam secukupnya

Cara Memasak :

Rebus jengkol dengan kopi dan kapur sirih
Setelah matang, kuliti dan geprek menjadi gepeng, sisihkan
Tumis bumbu halus
Masukkan jengkol
Masukkan cengkeh, kapulaga, parutan pala
Tambah kecap dan air
Masak sampai mengental dan matang
Tambahkan garam, rasakan
Sajikan dengan taburan bawang goreng

Ini tips lain agar tidak Jengkolan
Rebus jengkol dengan tambahan daun jambu biji dan abu gosok sampai empuk, angkat, keprek dan kupas. Setelah itu rendam di air bersih kira-kira 2 jam, ganti airnya dengan air bersih, rendam lagi kira-kira 1 jam, ganti lagi dengan air bersih kira-kira 1 jam lagi, tiriskan dan siap dimasak, selain untuk menghilangkan bau juga untuk menghilangkan racun yang ada pada jengkol yang bisa menyebabkan KEJENGKOLAN

Jengkol Bumbu Merah


Menu ini biasanya dicari saat jenuh lauk pauk berbahan daging. Seperti orang jawa suka tempe... orang minang suka jengkol 😅
meskipun aromanya luar biasa... hehehe




Bahan-bahan

Bumbu Merah

Penyuka makanan pedas... jadi harus ada yg tampak merah tersaji di meja makan. Awalnya bingung jg kalo tiap mau masak harus buat bumbu merah jadi buat aja yang banyak dan simpan di kulkas...

Bahan-bahan

  1. 500 gr cabe merah keriting
  2. 200 gr bawang merah
  3. 100 gr bawang putih
  4. 100 gr tomat merah
  5. 3 sdm minyak goreng
  6. 1 sdt garam

Langkah

30 menit
  1. Blender/ tumbuk halus semua bahan.
  2. Masak di atas api sedang-kecil sampai menyusut kadar air dari bahan2 tsb.
  3. Bumbu merah siap digunakan atau disimpan untuk digunakan sewaktu-waktu. Biasanya bumbu sebanyak ini saya simpan di kulkas, biasa habis dlm 5-7hari, pemakaian tiap hari.
6 porsi
  1. 300 gr jengkol tua /joghiang
  2. 3 sdm ikan teri medan (optional)
  3. Secukupnya air untuk merebus jengkol
  4. Secukupnya minyak untuk menggoreng jengkol
  5. Sambal :
  6. 6 sdm bumbu merah
  7. 5 sdm minyak goreng
  8. 1 sdt garam
  9. 1/2 sdt gula pasir
  10. 1/2 sdt kaldu instant (optional)
  11. 65 ml santan kental (1 sachet kara)

Langkah untuk Jengkol Bumbu Merah

45 menit
  1. Rebus jengkol hingga setengah empuk. Tiriskan. Kupas kulitnya & memarkan /tokok /geprek. Lalu goreng jengkol tsb setengah masak/ jangan sampai terlalu kering supaya tetap empuk.
  2. Cuci bersih ikan teri lalu goreng hingga kering.
  3. Memasak sambal: Tumis bumbu merah & minyak goreng hingga harum. Tambahkan garam, gula, kaldu instant & santan. Masukan jengkol & ikan teri yg sdh digoreng tadi lalu aduk rata. Masak hingga santan masak & menyatu dengan bumbu lainnya. Tes rasa. Sambalado tanak joghiang pun siap menemani nasi putih hangat 😋😋😋
  4. Note: minyak yg banyak untuk menumis sambal berguna agar sambalado cepat matang merata.

Saturday, September 9, 2017

SAMBAL GORENG JENGKOL PEDAS





Sambel atau sambal goreng jengkol pedas merupakan salah satu makanan yang favorit bagi sebagian keluarga karena panganan yang satu ini mempunyai ciri khas rasa dan aroma tersendiri. Jengkol sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia sebagai bahan masakan khas nusantara yang biasa disantap langsung sebagai lalapan atau diolah dengan beragam aneka kuliner yang enak dan spesial. Cara memasak jengkol dengan sedikit tips dan trik agar jengkol menjadi empuk sehingga apabila dipadukan dengan bumbu sambal pedas sederhana ini akan menghasilkan sebuah sajian masakan yang istimewa.

Bahan :

Jengkol rebus 250 gram, iris tipis, goreng
Teri
Cabai merah 2 buah, iris panjang tipis, goreng
Air asam 1 sdt
Daun salam 1 lembar
Lengkuas 1 cm, memarkan
Gula merah sisir 2 sdt
Minak goreng 2 sdm
Gula pasir 1 sdt

Bumbu halus :

Bawang putih 2 siung
Bawang merah 4 butir
Cabai merah 2 buah
Cabai rawit 2 buah
Garam secukupnya

Cara membuat Sambal Goreng Jengkol :
1. Panaskan minyak, tumis bumbu halus, daun salam dan lengkuas hingga harum.
2. Tambahkan gula merah, gula pasir dan air asam, masak hingga kental.
3. Tambahkan jengkol, Teri dan cabai merah. Masak hingga bumbu meresap.

Tips: Jika ingin jengkol tidak keras, iris jengkol tipis-tipis dan tidak usah digoreng.
Sambal goreng jengkol enak dimakan dengan nasi hangat dan kerupuk.